Rekrutmen Caleg seperti Rekrutmen TKI


Pemilu legislatif menyisakan 39 hari lagi. Kualitas caleg yang berlaga kembali dipertanyakan. Banyaknya partai politik yang menjadi peserta pemilu, dinilai sebagai salah satu faktor yang melemahkan perekrutan caleg yang berkualitas dan menjanjikan. Saat proses rekrutmen beberapa bulan lalu, publik dikagetkan dengan banyaknya artis yang berbondong-bondong berburu kursi Dewan.
Budayawan Ridwan Saidi mengkritisi, proses rekrutmen caleg dipandangnya sama dengan rekrutmen tenaga kerja Indonesia (TKI) yang akan dikirim ke luar negeri.


“Sistem rekrutmen partai itu sama seperti rekrutmen Depnaker. Sepertinya begitu mudah jadi caleg. Ada partai yang malah bikin iklan, rekrutmen terbuka, siapa yang mau jadi caleg boleh mendaftar. Ini kan sama saja kayak rekrutmen TKW yang mau dikirim ke Timur Tengah,” ujar Ridwan, dalam diskusi “Kualitas Caleg”, di Jakarta, Sabtu (28/2).
Ia mengatakan, mereka yang maju sebagai caleg seharusnya merupakan kader yang sudah dipersiapkan secara matang oleh partai. “Virtual state rakyat dirusak oleh caleg yang direkrut dengan model TKW itu,” ujarnya.
Sekjen Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang berpendapat, pemilu tahun ini mencerminkan situasi yang semakin crowded, baik dari proses seleksi maupun persiapannya. Partai-partai dinilai tidak siap menyediakan jumlah caleg yang disyaratkan.
“Ada partai yang tidak siap, hanya menyediakan 50 calon untuk dipilih. Salah satunya, karena banyaknya partai yang mereka sendiri tidak siap. Padahal, bicara kualitas caleg, tergantung pada proses seleksi parpol. Kalau parpol gagal, maka rakyat disuguhkan caleg dengan kualitas yang terbatas,” kata Sebastian.
Masalahnya, ia meragukan apakah masyarakat mampu melihat caleg yang berkualitas.
Salah satu caleg asal PAN, Ade Daud Nasution, mencoba mengonter pernyataan dua pengamat itu. Ia mengatakan, dengan sistem suara terbanyak, masyarakat akan bisa melihat siapa calon yang berkualitas. Sebab, berapa pun nomor urutnya, bisa mendapatkan peluang yang sama.
“Dengan suara terbanyak, nanti akan kelihatan siapa yang berkualitas. Karena kemenangan tidak lagi ditentukan parpol, tapi kembali ke kualitas caleg,” ujar Ade.
Namun, menurut Sebastian, sistem yang tidak diikuti dengan kesiapan partai, mengakibatkan penempatan caleg terkesan asal-asalan. Dengan demikian, banyak caleg yang ditempatkan di dapil yang tidak memiliki keterikatan dengan daerah yang diwakilinya.
Inggried Dwi Wedhaswary
http://www.pemiluindonesia.com